DPRD Sulsel Gelar RDP Ranperda Fasilitasi Pesantren.
Kontributor
Makassar, (Inmas_Sulsel) -- Berlangsung 2 sesi, Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Kerja bersama 21 Pondok Pesantren, Pimpinan Universitas dan Instansi terkait membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Fasilitasi Pesantren, Senin, (09/01) di Gedung Tower DPRD Prov. Sulsel.
Ketua Pansus, Azhar Arsyad mengatakan perlu banyak hal yang dibahas sebagai penguatan konten, sekalipun ranperda telah melalui kajian yang cukup mendalam yang telah dilakukan oleh pansus, namun sekiranya akan lahir poin penguatan dalam melahirkan perda ini, untuk itulah Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan terus mengupayakan penyelesaian Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Fasilitasi Pesantren.
Menurutnya, pembahasan Ranperda ini merujuk pada Undang-undang 18 tahun 2019 tentang Pesantren, dan juga Perpres 82 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pesantren sebagai acuan landasan yuridisnya.
Melalui Ranperda Fasilitas Pesantren ini, kata dia, diharapkan ada kontribusi bagi pesantren terutama berkaitan dalam hal anggaran pemberdayaan tempat para santri ini menimba ilmu agama.
Sementara itu, Staf Ahli Gubernur Sulsel, Jayadi Nas mengatakan bahwa usulan yang lahir saat ini diharapkan dapat memperkaya suatu rancangan yang akan kita buat dan mampu menyesuaikan dengan kebutuhan kita dalam penyusunan perda ini.
Dijelaskan, substansi Ranperda ini adalah Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren sebagaimana yang kita harapkan, namun mesti dipertajam apa yang ada di Pemerintah Daerah yang bisa digunakan untuk membantu memfasilitasi Pesantren.
Menurutnya, ada kewenangan tertentu yang dimiliki Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kab/Kota yang diharapkan menjadi frame kewenangan, agar tidak terjadi tumpeng tindih kewenangan dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari, pungkasnya.
Memberikan pandangan, Kepala Bidang PD. Pontren Kanwil Kemenag Sulsel, Mulyadi menegaskan yang dijelaskan oleh UU 18 tahun 2019 dan Perpres 82 Tahun 2022, bahwa lembaga dapat dinamakan sebagai Pesantren ketika lembaga tersebut memenuhi Arkanul Ma’had.
Adapun arkanul ma'had itu terdiri atas Kyai, Ustadz sebagai figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri, santri mukim sebanyak 15 santri, pondok atau asrama, masjid atau musalla, serta kajian kitab kuning.
Kajian kitab kuning inilah yang menjadi pembeda antara pesantren dengan boarding school yang saat ini banyak berkembang di Indonesia, tutupnya.